Latest News

Saturday 28 April 2012

Bagaimana Mendoakan Ibadat Harian?

(Disarikan dari : Institutio Generalis de Liturgia Horarum � Konggregasi Ibadat, Roma 2 Pebruari 1971 � diindonesiakan oleh PWI � Liturgi �Pedoman Ibadat Harian� � Bab V)

1. Selintas Susunan Doa Ibadat Harian

Semua Ibadat Harian, diawali dengan seruan mazmur 69/70: 2 : �Ya Allah bersegeralah menolong Aku�..� � Kecuali dalam Ibadat Pembukaan (bisa Ibadat Bacaan atau Ibadat Pagi) yang diawali dengan seruan : �Ya Tuhan sudilah membuka hatiku � supaya mulutku mewartakan pujianMu.� (Mzm 50/51: 17) � dilanjutkan dengan antiphone dan mazmur pembukaan (biasanya mazmur 94/95).

Selanjutnya dilagukan madah dan pendarasan mazmur. Kemudian diikuti dengan pembacaan Kitab Suci dan disambut dengan sebuah seruan lagu singkat. Komponen-komponen lainnya tergantung kepada masing-masing Ibadat yang dirayakan. Dan dalam tiap ibadat, mazmur diawali dan diakhir dengan sebuah antiphone dan ditutup dengan doxology (kemuliaan).

2. Petugas & Sikap Liturgi dalam Ibadat Harian

- Setiap perayaan umat, sebaiknya dipimpin oleh imam atau diakon dan didampingi para petugas lainnya.
- Imam atau diakon yang memimpin bertugas membuka ofisi dengan ayat pembukaan, memulai Bapa Kami, mengucapkan doa penutup, memberi salam kepada umat, memberi berkat dan membubarkan umat. Semua ini dilakukan di tempat duduknya
- Doa-doa permohonan dapat dilakukan oleh imam atau petugas lain
- Apabila tidak ada imam atau diakon yang memimpin, pemimpin ofisi menduduki tempat pertama, tetapi sejajar dengan hadirin lainnya. Ia tidak memasuki ruang imam, tidak memberi salam dan juga tidak memberkati umat.
- Petugas bacaan membawakan dengan berdiri di tempat yang sesuai
- Semua peserta berdiri saat :
� Pembukaan Ofisi
� Madah
� Kidung dari Injil
� Doa permohonan, Bapa Kami dan doa penutup.
- Semua peserta duduk waktu bacaan-bacaan, kecuali bacaan dari Injil
- Waktu mazmur, kidung dan antifon semua duduk atau berdiri tergantung kebiasaan.

3. Tanda Salib

Dalam Ibadat Harian, tanda Salib tidak dilakukan secara harafiah � dalam arti dengan kata-kata �dalam nama Bapa, dst��. Tanda salib dilakukan bersamaan dengan seruan pembukaan :
- Ibadat Pembuka : �Ya Tuhan sudilah membuka hatiku�..� pada saat bersamaan semua peserta membuat tanda salib kecil di dahi, mulut dan di dada.
- Pembukaan Ibadat Harian yang lain : �Ya Allah bersegeralah menolong aku�.dst� pada saat bersamaan semua peserta membuat tanda salib besar seperti biasanya.
Selain itu tanda salib besar juga dilakukan saat Kidung Zakharia, Kidung Maria dan Kidung Simeon � serta pada saat berkat penutup.

4. Pendarasan Mazmur & Bahasa

- Cara pendarasan mazmur tergantung pada pelbagai pertimbangan, misal dari jenis sastra dan panjangnya mazmur, bahasa yang dipakai, jumlah peserta, dan sebagainya.
- Beberapa pendarasan mazmur :
� Didaraskan bersama-sama seluruh hadirin
� Bergantian antara koor dan umat
� Bersahut-sahutan (responsorial) antara umat atau umat dan petugas
- Pada awal mazmur selalu diucapkan antiphon dan pada akhir mazmur ditambahkan �Kemuliaan�. Seperti�� sebagaimana dianjurkan oleh tradisi. Dengan demikian doa Perjanjian Lama diberi nada pujian dan dihubungkan dengan misteri Kristus dan Tritunggal Maha Kudus.

Setelah pendarasan mazmur sebaiknya antiphon diulangi
- Saat hening diantara bagian-bagian mazmur juga sangat dianjurkan sebagai nada sela menghayati apa yang baru didaraskan.
- Dalam perayaan Ibadat Harian, nyanyian tidak boleh dianggap sebagai hiasan atau tambahan belaka. Nyanyian merupakan luapan hati orang yang berdoa dan memuji Allah serta mewujudkan kebersamaan ibadat Kristen dengan sempurna.
- Dalam upacara liturgi yang dinyanyikan dalam bahasa Latin, nyanyian Gregorian sebagai nyanyian khas liturgi Roma, harus diutamakan, kecuali jika ada pertimbangan lain (SC 116)
- Tidak ada jenis musik suci yang ditolak Gereja untuk upacara liturgi, asal selaras dengan semangat upacara liturgi tersebut dan hakikat masing-masing bagiannya dan tidak menghalangi umat untuk ikut berperan serta secara aktif. (MS9 � lih SC 116)
- Ibadat Harian dapat dirayakan dengan bahasa lokal/setempat, �maka hendaknya diciptakan lagu-lagu untuk nyanyian ofisi dalam bahasa lokal� (MS 41 � lih juga 54-61)
- Tidak ada keberatan bahwa bagian yang satu dinyanyikan dalam bahasa yang berbeda dengan bagian lain (MS 51)

Tradisi-tradisi Lain

Dalam beberapa biara atau komunitas religius terdapat tradisi yang patut pula kita pelihara dan ikuti, misalkan tradisi membungkukkan badan dengan khitmat saat pengucapan Kemuliaan kepada Tritunggal Maha Kudus � dalam mendoakan bait terakhir Madah yang bernada Trinitarian, serta di saat mengucapkan kata �Yesus� (misal dalam antiphone Ratu Surga dalam kompletorium)

Kewajiban Mendoakan Ibadat Harian

Dalam Gereja Katolik, praktek ibadat harian dilakukan oleh para imam, diakon dan komunitas-komunitas religius di dalam Gereja. Meski demikian, Konsili Vatikan II (dan anjuran-anjuran setelahnya) juga sangat mendorong bagi para awam secara pribadi maupun bersama-sama menjalankan doa Gereja ini :
- ��. Dianjurkan agar para awam pun mendaras Ibadat Harian, entah bersama imam, entah antar mereka sendiri, atau bahkan secara perorangan.� (SC100)
- �Menurut asal-usul dan hakikatnya, ibadat harian bukanlah milik khusus para rohaniwan dan rahib saja, melainkan milik umum seluruh umat Kristen� dan atas dasar konstitusi dan peraturan diangkat menjadi �doa resmi Gereja� (Pedoman Ibadat Harian, No.270).

Ibadat Harian bukanlah peninggalan indah masa lalu yang harus dipelihara untuk dikagumi, melainkan gejala hidup umat setempat, penuh daya pembaharuan, pertumbuhan dan kesegaran. Tradisi suci ini perlu kita kembangkan di kalangan hidup rohani umat yang, dewasa ini dibingungkan dengan munculnya aneka devosi atau kegiatan latihan rohani yang relatif baru.

Dalam pelaksanaan ibadat Harian dikalangan umat, yang terpenting ialah jangan sampai perayaan itu menjadi kaku dan dibuat-buat, atau merupakan rutinitas dan formalisme belaka. Jadi harus diusahakan supaya perayaan itu sungguh berarti. Sebab maksud ibadat harian ialah pertama-tama membentuk hati dengan semangat doa Gereja yang asli dan menimba kekuatan serta kenikmatan dari pujian Allah (Mzm 146/147).

Sumber : http://parokisalibsuci.org/

Thursday 26 April 2012

Spiritualitas Ibadat Harian

Kita telah melihat sejarah Ibadat Harian, berdoa dalam irama waktu tertentu. Dan kini kita mencoba merangkum nilai spiritualitas Ibadat Harian tersebut :

Doa Ibadat Harian adalah Doa Penyucian Waktu.
Secara harfiah Ibadat harian berarti ibadat Waktu, ibadat menurut irama waktu. Maksudnya ialah agar pada saat-saat tertentu � pagi, siang, sore, sebelum tidur � si pendoa mempersatukan diri dengan Kristus, Sang Pendoa, dalam ibadat pujian dan permohonan. Berdasarkan tradisi kristiani yang telah beradab-abad umurnya, Ibadat Harian disusun sedemikian rupa, sehingga seluruh waktu dan malam disucikan dengan pujian kepada Allah (SC 84). Waktu adalah milik Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Di dalam waktu manusia ada, dan berkarya. Dalam waktu kita bergumul, bergulat antara kebaikan dan kejahatan. Waktu yang dianugerahkan Allah kerap tercemari oleh dosa-dosa kita, silih dan pemulihan perlu dilakukan sembari memohon kekuatan Tuhan untuk menhidupi waktu.

Sebagaimana telah kita lihat, jejak doa penyucian waktu ini sangat menonjol baik dalam Perjanjian Lama (bdk mzm 5, 88, 119, Kel 29:38-39, dll) � maupun dalam Perjanjian Baru (bdk Kis10:3, 9; 16:25, etc; Kis 10:9-49 ; Kis 4:23-30) sebagai penerusan tradisi Judaime yang �dikristenkan� oleh Jemaat Perdana. (Bdk 1 Tes 1:2; Kol 3:16-17; Ef 5:18-20; Flp 2:6-11). Jadi bukan �rekayasa� Gereja Katolik.

Nasehat Kristus agar kita selalu berdoa tanpa kendur (Luk 18:1) ditanggapi Gereja dengan setia melalui perayaan Ekaristi sebagai puncak doanya dan dalam ibadat-ibadat bersama serta devosi-devosi yang dipanjatkan oleh seluruh umat beriman. Dan terlebih dalam Doa Ibadat Harian � yang di antara upacara-upacara liturgi lainnya, menurut tradisi Kristen � mempunyai kekhususan untuk menyucikan seluruh lingkaran hari dan malam (SC 83-84).

Dengan demikian seluruh karya umat beriman disucikan oleh dan bagi Allah melalui Ibadat Harian :

�Pendarasan Ibadat Harian, sedapat mungkin hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan hidup dan doa pribadi sehingga seperti yang diberikan dalam Instruksi Umum, ritme dan melodi hendaknya digunakan, dan bentuk-bentuk perayaan supaya dipilih yang lebih sesuai dengan kebutuhan rohani dari mereka yang mendoakannya. Jika doa Ofisi ilahi menjadi doa yang sungguh-sungguh bersifat pribadi maka hubungan antara liturgi dan seluruh hidup kristiani menjadi lebih jelas. Seluruh hidup orang beriman, dari saat ke saat, siang maupun malam, menjadi semacam leitourgia atau kebaktian umum, dalam mana kaum beriman menyerahkan diri untuk pelayanan kasih kepada Allah dan sesama, dengan menyatukan diri mereka pada tindakan Kristus, yang melalui hidup-Nya dan pengorbanan diri-Nya menguduskan hidup seluruh umat manusia� (Bina Liturgia 2F : Konstitusi Apostolik "Madah Pujian" dan Pedoman Ibadat Harian)

Ibadat Harian Sebagai Doa Kristus : Kristus Berdoa Kepada Bapa

Yesus Kristus, Sang Sabda yang menjelma mengambil kodrat manusia, datang ke dunia sebagai imam perjanjian baru dan kekal. Dalam hati Kristus, pujian kepada Allah menggema dan terungkap dalam bahasa manusia sebagai sembah sujud, pemulihan dan doa permohonan atas nama dan demi kepentingan semua orang.

Injil suci kerap kali mengisahkan Yesus sedang berdoa : tatkala perutusanNya diumumkan oleh Bapa (Luk 3:21-22), sebelum Dia memanggil para rasul (Luk 6:12), tatkala membagi-bagikan roti (Mat 4: 19, 15:36, dll), saat penampakkan diriNya di atas gunung (Luk 9:28-29), ketika menyembuhkan orang bisu tuli (Mrk 7:34), saat menghidupkan kembali Lazarus (Yoh 11:41,dst), sebelum menerima pengakuan Petrus (Luk 9:18), ia mengajar para murid berdoa (Luk 11:1), ketika para murid kembali dari tugas mereka (Mat 11:25), ketika memberkati anak-anak (Mat 19:13), Ia berdoa untuk Petrus (Luk 22:32).

Hidup Yesus sehari-hari selalu berhubungan erat dengan doa � bahkan mengalir daripadanya: Ia pergi ke padang gurun atau menyendiri di atas gunung untuk berdoa (Mrk 1:35, Luk 5:16 lih Mat 4:1, Mat 14:23), ketika Ia bangun pagi-pagi benar (Mrk 1:35) atau berjaga sampai larut malam (Mat 14:23.25 ; Mrk 6:46,dst). Yesus pun menghargai �kebiasaan� (baca: tradisi) doa bersama di rumah ibadat pada hari Sabat (Luk 4:16) dan juga di kenisah yang disebutNya sebagai rumah doa (Mat 21:13). Dan tentunya, Ia juga melakukan doa-doa pribadi setiap hari menurut kebiasaan orang Israel : pada perjamuan makan (Mat 14:19 ; 15:36), pada perjamuan terakhir (Mat 26:26) pada perjamuan di Emaus (Luk 24:30) � begitu pun dia mengucapkan madah bersama para murid (Mat 26:30). Bahkan hingga akhir hidupNya, ketika sengsara mendekat (Yoh 12:27,dst), saat sakratul maut (mat 26:36-44), ketika meregang nyawa di kayu salib (Luk 23:34-36 ; Mat 27:46; Mrk 15:34) � Ia tetap berdoa.

Yesus menunjukkan bahwa doa menjiwai seluruh tugas pelayananNya sebagai Almasih sampai wafat dan kebangkitanNya. Dan kemudian setelah bangkit dari alam maut, Ia hidup dan berdoa untuk kita selamanya (Ibr 7:25).

Ibadat Harian Sebagai Doa Gereja : Gereja Melanjutkan Doa Kristus dalam Roh Kudus

Doa yang dipanjatkan Yesus tersebut dilanjutkan oleh Gereja dalam Roh Kudus, Roh Kristus sendiri. Dalam Ibadat harian, Gereja melaksanakan tugas imamat Kristus dan tak henti-hentinya menyampaikan kepada Allah kurban pujian, yaitu ucapan mulut untuk kemuliaan nama Allah (Ibr 13:15). Doa Ibadat Harian merupakan �suara mempelai, yang berbicara dengan pengantinnya�, bahkan merupakan doa Kristus bersama tubuhNya kepada Bapa (SC 84). Jadi semua orang yang merayakan Ibadat Harian, melaksanakan tugas Gereja dan sekaligus mengambil bagian dalam kehormatan mempelai Kristus, sebab dalam memuji Allah, mereka berdiri di depan tahta Allah atas nama ibu Gereja. (SC 71).

Dengan menyampaikan pujian kepada Allah dalam Ibadat Harian, Gereja menggabungkan diri pada pujian yang dinyanyikan di surga sepanjang masa (SC 83). Dan sekaligus Gereja sudah menikmati pujian surgawi yang dilukiskan dalam Kitab Wahyu, yang dengan tak henti-hentinya menggema di depan tahta Allah dan Anak Domba. Dengan berdoa, hubungan kita dengan Gereja Surgawi menjadi nyata, yaitu apabila �kita bersama-sama melagukan pujian Allah yang mahaagung dengan gembira, dan apabila kita semua dari segala suku, bahasa dan bangsa, yang telah ditebus dalam darah Kristus (Lih. WHY 5:9) dan dihimpunkan dalam satu Gereja, Memuliakan Allah Tritunggal dengan satu lagu pujian� (LG 50; bdk. SC 8 dan 104).

Gereja mengantar manusia kepada Kristus, bukan hanya dengan cinta kasih, teladan dan karya tobat, melainkan juga dengan doanya (lih. PO 6). Dengan demikian cara hidup Gereja mengungkapkan dan memaklumkan kepada orang-orang lain �misteri Kristus dan hakikat Gereja yang sebenarnya, yaitu sebagai Gereja yang tampak namun penuh dengan anugerah yang tak tampak, yang sangat aktif namun juga kontemplatif, yang berada di tengah-tengah dunia namun juga dalam perjalanan�. (SC 2). Dan semua doa serta permohonan yang haturkan ini bukan hanya seruan Gereja, melainkan juga suara Kristus, sebab doa-doa itu diucapkan atas Nama Kristus, yaitu �demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kita�.

Ibadah harian disusun sedemikian rupa sehingga seluruh kurun hari dan malam disucikan dengan pujian kepada Allah, kegiatan ini dilaksanakan oleh para Imam, orang lain yang atas ketetapan gereja maupun umat beriman (bdk SC 84). Maka dari itu, semua yang mendoakan Ibadah Harian menunaikan tugas gereja, dan ikut serta dalam kehormatan tertinggi mempelai Kristus. Sebab seraya melambungkan pujian kepada Allah mereka berdiri di hadapan tahta Allah atas nama Bunda Gereja (SC 85).

Kecuali itu sebagai doa resmi Gereja, Ibadah Harian menjadi sumber kesalehan dan membekali doa pribadi. Oleh karena itu para imam dan semua orang lain yang ikut mendaras Ibadat Harian diminta dalam Tuhan, supaya dalam melaksanakannya hati mereka berpadu dengan apa yang mereka ucapkan. Supaya itu tercapai dengan lebih baik, hendaknya mereka mengusahakan pembinaan yang lebih mendalam tentang Liturgi dan Kitab Suci, terutama mazmur-mazmur (SC 90).

Dengan memanjatkan ibadah harian kita menunjukkan wajah Gereja yang berdoa. Doa-doa dalam ibadah harian adalah doa-doa yang diinspirasikan dari Roh Kudus, karena berasal dari teks kitab suci, khususnya Mazmur Daud.

Ibadah Harian merupakan suatu tugas kehormatan, dimana kita [saya dan anda] bersama-sama dengan seluruh Gereja memanjatkan doa di hadapan Tahta Allah (bdk SC 85).

Ibadat Harian adalah Doa Alkitabiah : Berdoa dengan Kitab Suci.

Doa Ibadat Harian merupakan doa yang bersumber dari Kitab Suci (Biblis � alkitabiah) � bahkan bisa dikatakan doa Ibadat Harian adalah berdoa dengan Kitab Suci. �Orang-orang yang melaksanakan Ibadat Harian memperoleh kesucian yang berlimpah dari liturgi itu berkat daya Sabda Allah yang menduduki tempat utama di dalamnya. Sebab bacaan-bacaan dikutip dari Kitab Suci, Sabda Allah yang tertera dalam mazmur-mazmur dinyanyikan di hadapan Allah, dan berkat ilham dan dorongan allah, doa-doa lainnya serta madah-madah diluapkan� (SC 24).

Sumber : http://parokisalibsuci.org/

Tuesday 24 April 2012

Karakter dan Nilai Teologis Setiap Ibadat Dalam Ibadat Harian

Ibadat Pagi dan Ibadat Sore

Menurut tradisi seluruh Gereja, Ibadat Pagi dan Ibadat Sore merupakan dua sendi Ibadat Harian, yang harus dipandang dan dirayakan sebagai dua ibadat yang utama. (SC 89a)

Ibadat pagi dimaksudkan dan diatur untuk menyucikan pagi hari. �Maksud ibadat pagi adalah supaya gerakan pertama hati dan budi kita disucikan bagi Allah; janganlah kita menerima tugas sesuatu pun sebelum kita disegarkan oleh pemikiran akan Allah, seperti tertulis: �apabila aku ingat akan Allah, aku disegarkan� (Mzm 76/77:4) ; jangan sampai badan kita digerakkan untuk bekerja, sebelum kita melakukan yang dikatakan dalam mazmur: �kepadaMu aku berdoa ya Tuhan, waktu pagi Engkau mendengar seruanku, sejak pagi aku mengharapkan belas kasihMu� (Mzm 5:4-7)� St. Basilius Agung, regulae fusius tractate, resp 37:3 ; PG 31

Karakter utama dari ibadat pagi adalah pujian. Dan Ibadat pagi dilakukan saat fajar menyingsing mengingatkan kita pada kebangkitan Kristus, Sang Cahaya yang menyinari semua orang (Yoh 1:4), Sang Matahari Keadilan (Mal 4:2), yang terbit laksana fajar cemerlang (Luk 1:78). �Kita harus berdoa pagi, supaya kebangkitan Tuhan kita rayakan dengan doa pagi� St. Cyprianus De Oratione Dominica 35

Ibadat Sore dirayakan waktu matahari terbenam dan hari sudah senja, untuk �bersyukur atas anugerah yang telah kita terima pada hari itu dan atas kebaikan yang boleh kita perbuat� (St. Basilius, Regulae fasius tractate, Resp 37). Dalam Ibadat sore, kita juga mengenang kembali penebusan kita dengan doa, yang kita panjatkan �bagaikan dupa ke hadirat Tuhan, dengan tangan yang kita tadahkan bagaikan kurban petang� (Mzm 140/141 : 2). Kurban petang sejati, yang diwariskan oleh Tuhan Penyelamat waktu sore ketika sedang mengadakan perjamuan dengan para rasul untuk memulai misteri suci gereja. �Kita berdoa dan memohon, agar cahaya terbit lagi bagi kita. Kita berdoa untuk kedatanagn Kristus, yang akan menganugerahkan rahmat cahaya kekal�. St. Cyprianus De Oratione Dominica 35

Ibadat Bacaan

Maksud Ibadat Bacaan ialah memberi kesempatan lebih melimpah kepada umat Allah untuk merenungkan Kitab Suci dan karangan para penulis rohani. Doa harus didampingi dengan pembacaan Kitab Suci supaya terjadi dialog antara Allah dan manusia. Sebab, �kita berbicara dengan Allah apabila kita berdoa, kita mendengarkan Dia, apabila kita membaca sabdaNya�. St. Ambrosius, De Officiis Ministrorum, 1:20

Menurut konstitusi liturgi, ibadat bacaan memang tetap bersifat pujian malam, tetapi disesuaikan sedemikian rupa hingga dapat didaraskan pada setiap waktu. (SC 89)

Ibadat Siang

Menurut tradisi yang sangat tua, orang-orang kristen mempunyai kebiasaan berdoa beberapa kali sehari sebagai devosi pribadi, juga di tengah-tengah pekerjaan, sesuai dengan teladan Gereja Para Rasul. Lambat laun, tradisi ini diperkaya dengan pelbagai perayaan liturgi. Baik di Gereja Timur maupun Barat diselenggarakan ibadat sebelum tengah hari, tengah hari dan sesudah tengah hari. Ibadat-ibadat itu juga dihubungkan dengan kenangan akan sengsara Tuhan dan akan masa permulaan penyebaran Injil. Selain itu, karakter ibadat siang adalah pemeriksaan batin /permohonan peneguhan untuk bertahan dalam iman.

Ibadat Penutup / Completorium

Ibadat penutup adalah doa terakhir, yang didoakan sebelum istirahat malam sebelum semua aktivitas diakhiri dan dipasrahkan dalam kerahiman ilahi. Hal ini merupakan perlambang pula bagi akhir perjalanan hidup kita. Kidung Simeon merupakan puncak seluruh ibadat ini. Karakter utama dalam ibadat penutup adalah penyerahan diri dan kepasrahan kepada penyelenggaraan ilahi atas kehidupan kekal. Ibadat Penutup diakhiri dengan antiphone pujian kepada Maria Bunda Allah.

Sumber : http://parokisalibsuci.org/

Saturday 21 April 2012

Tentang Ibadat Harian dan Ibadat Penutup (Completorium)

Completorium atau Ibadat Penutup merupakan bagian dari Ibadat Harian. Ibadat Harian merupakan terjemahan dari kata (Liturgia Horarum � har : Liturgi Waktu) yang dikenal pula dengan nama-nama lain seperti : Ofisi Ilahi (Officium Divinum), dan doa Brevir. Ibadat Harian mempunyai akar yang sangat panjang dan dalam dalam tradisi Judaisme maupun setelah �dikristenkan� oleh praktek Jemaat Gereja Perdana.

Apa itu Ibadat Harian?
Dalam Puji Syukur, pada bagian KEBIASAAN ORANG KRISTEN salah satunya dikatakan adalah Melaksanakan Ibadah Harian. Dalam hal ini Konstitusi Liturgi Konsili Vatikan II mengatakan: Gereja tiada putusnya memuji Tuhan dan memohonkan keselamatan seluruh dunia bukan hanya dengan merayakan Ekaristi, melainkan dengan cara-cara lain juga, terutama dengan mendoakan Ibadat Harian (SC 83). Sebelum menjawab apa itu Ibadat harian � ada baiknya kita mengenal sekilas sejarah Ibadat Harian.

SELINTAS SEJARAH IBADAT HARIAN

Asal Mula Ibadat Harian

Dalam tradisi bangsa Yahudi, sepanjang kurun waktu pagi, siang dan malam disucikan bagi Allah.

Awal mulanya, atas perintah Allah kepada para imam, penyucian hari dilakukan melalui kurban sembelihan pada pagi dan petang hari (Kel. 29:38-39 � bdk, Bil. 28:3-8, 1Raja 18:36). Praktek ini terus berlangsung hingga ke Bait Allah di Jerusalem. Dan selanjutnya di masa pembuangan Babilon, dimana Bait Allah dihancurkan, praktek ini digantikan dengan pembacaan Torah, mazmur dan madah pujian di sinagoga-sinagoga. Kurban Pujian menggantikan kurban sembelihan.

Jejak-jejak tradisi penyucian waktu ini dengan gampang kita temukan dalam ungkapan-ungkapan perjanjian lama terutama dalam �kitab doa� mereka, yaitu kitab Mazmur, misal :
- Mzm 5:4 TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu
- Mzm 88:14 Tetapi aku ini, ya TUHAN, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan pada waktu pagi doaku datang ke hadapan-Mu (Mazmur ini dipakai dalam Ibadat Penutup hari Jumat)
- Mzm 119:164 Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil
- Mzm 141:2 Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang.

Umat Israel pada masa pembuangan juga memiliki kebiasaan berdoa pada jam-jam tertentu (lih. Dan 6:10;6:13)

Setelah masa pembuangan dan sisa Israel kembali ke Yudea, kurban pujian ini tetap dilakukan di Bait Allah yang dibangun kembali.

Dan pada saat penjajahan Romawi, kaum Yahudi mulai mengikuti sistem pembagian waktu romawi dalam melaksanakan roda bisnis dan juga kehidupan sehari-hari, termasuk dalam waktu berdoa. Di kota-kota jajahan Romawi, terdapat bel di pasar/tengah kota sebagai penanda jam kerja. Bel mulai berbunyi kira-kira jam enam pagi, sembilan dan jam ketiga di tengah hari untuk menandai saat makan siang, dan selanjutnya untuk memanggil orang-orang untuk kembali bekerja di jam satu siang jam tiga siang hingga akhirnya bel berbunyi terakhir kalinya pukul enam sore untuk menutup waktu kerja.

Jemaat Kristen perdana meneruskan tradisi Yahudi dalam melambungkan doa-doa pada waktu-waktu tertentu di sepanjang hari � dan dengan pengaruh pengaturan waktu versi Romawi di atas. Yesus dan Para Rasul menjalankan kebiasaan Yahudi ini. Injil suci kerap kali mengisahkan Yesus sedang berdoa : bdk. Luk 3:21-22, Luk 6:12, Mat 4:19; 15:36, Luk 9:28-29; Yoh 11:41,dst; Luk 9:18 ; Luk 11:1; Mat 11:25; Mat 19:13; Luk 22:32. Hidup Yesus sehari-hari selalu berhubungan erat dengan doa � bahkan mengalir daripadanya: bdk. Mrk 1:35, Luk 5:16 lih Mat 4:1, Mat 14:23; Mrk 1:35; Mat 14:23.25; Mrk 6:46,dst.

Mereka berdoa pada waktu-waktu tertentu : pada jam tiga, jam enam dan jam sembilan serta di tengah malam hari (bdk. Kis 10:3, 9; 16:25, dll). Mukjijat pertama yang dilakukan para rasul, menyembuhkan orang lumpuh di tangga Bait Allah terjadi saat Petrus dan Yohanes bergegas menuju Bait Allah untuk berdoa (bdk. Kis 3:1). Juga satu moment sangat penting yang diputuskan oleh jemaat perdana, yaitu menerima �bangsa-bangsa kafir� sebagai bagian dari umat Allah terjadi setelah visiun yang dialami Petrus saat dia berdoa di siang hari (bdk. Kis 10:9-49).

Selanjutnya, ketika Kristianitas mulai terpisah dari Judaisme (ditandai dengan hancurnya Bait Allah Yerusalem tahun 70), praktek berdoa di saat-saat tertentu (baca: penyucian waktu) ini terus berlanjut. Doa-doa jemaat Kristen Perdana tetap berisikan elemen yang hampir sama dengan apa yang dilakukan bangsa Yahudi : mengulang-ulang atau menyanyikan (mendaraskan) mazmur, membaca kitab suci, (Kis 4:23-30) dan pada kemudian hari ditambahkan dengan madah kemuliaan serta beberapa elemen yang lainnya.

Para Bapa Gereja � Abad Pertengahan � Konsili Trente hingga Revisi Paus Pius V

Penetapan waktu doa selain dituliskan dalam Alkitab juga terdapat dalam tulisan-tulisan para Bapa Gereja dan kitab-kitab Apokrif. Kitab Didache (95M) menyebut �orismenois kairois kai horeis� (�waktu-waktu dan jam-jam tertentu untuk sembahyang�). Rujukan tentang hal ini juga termuat dalam Dokumen Konstitusi Rasuli (380) dan Bapa Gereja. Basilius Agung (330 � 379) dalam �Regulae Fusius Tractate�, yang bahkan menyebutkan bahwa penetapan waktu-waktu sembahyang itu telah dilakukan di Yerusalem oleh Para Rasul sendiri.

Hampir semua Bapa Gereja menulis tentang tradisi penyucian waktu ini, baik dari Gereja Timur seperti Bapa Gereja Yohanes Krisostomos (354 � 407), maupun di Gereja Barat seperti St. Hieronimus (340 � 420). St.Agustinus dari Hippo dalam Regula-nya (aturan hidup membiara) yang pertama di dunia Barat (ditulis sekitar tahun 397), menganjurkan pada para rahib dan rabib/ rubiah : �Untuk bertekun dengan setia dalam doa pada jam-jam dan waktu-waktu yang telah ditentukan�. Pada abad ketiga, para Bapa Padang Gurun (rahib awali) memulai hidup pertapa untuk memenuhi anjuran St. Paulus agar �berdoa tanpa henti� (I Tes 5:17). Dan mereka melakukan praktek doa ini secara berkelompok.

Di Gereja Timur, perkembangan Ibadat Harian ini beralih dari sekitar Jerusalem menuju Konstantinopel. St. Theodorus (758-826) mengkombinasikan doa ini dengan beberapa pengaruh dari Byzantium dan menambahkan beberapa madah gubahannya sendiri.

Di Gereja Barat, St. Benediktus Nursia dalam regulanya yang terkenal memberikan panduan tentang praktek doa ibadat harian ini. St. Benediktus pula yang dengan tajam menandaskan bahwa konsep doa Kristen tidaklah terpisah antara hidup rohani dan hidup jasmani. Ungkapan Beliau yang sangat terkenal adalah �Orare est laborare, laborare est orare� (�To pray is to work, to work is to pray�). Pada masa Beliau juga doa ibadat harian disebut sebagai doa Ofisi Ilahi (Officium Divinum). Officium berarti karya (Opus) � Divinum berarti Ilahi (Dei). Para pengikut Benediktine menyebut doa ini sebagai Opus Dei atau �Work of God.� (Karya Allah).

Pada perkembangannya format doa Ibadat Harian berkembang pesat dalam praktek hidup monastik Kristiani baik di barat dan di timur. Di abad keempat praktek doa ibadat harian ini telah mendapatkan bentuknya yang lebih pasti, baik untuk kaum monastik, imam sekuler, maupun umat awam. Dan karena perkembangan ini pula dibutuhkan buku panduan doa yang kurang lebih lengkap dan bisa memenuhi kebutuhan gereja saat itu. Awalnya buku panduan doa itu masih dalam keadaan terpisah-pisah. Satu buku berisikan kumpulan mazmur, lain lagi buku berikan kumpulan madah, buku Injil untuk bacaan Kitab Suci, dan sebagainya. Cukup ribet. Belum lagi ditambah dengan perkembangan umat sistem parokial yang secara geografis semakin jauh dari Katedral atau Basilika. Hingga akhirnya disusunlah versi sederhana dari doa-doa ibadat harian itu dalam satu buku yang disebut Brevir (latin har. berarti pendek). Brevir ini akhirnya dikenal luas hingga di masa Konsili Trente yang menghendaki adanya perubahan agar lebih efektif dan terlepas dari unsur-unsur mitos di dalam madah-madahnya.

Konsili Trente (13 Desember 1545 � 4 Desember 1563), dalam pertemuan finalnya 4 Desember 1563 mempercayakan reformasi brevir ini kepada Paus Pius IV. Dan pada tanggal 9 Juli 1568 � Paus Pius V (pengganti Pius IV) mengumumkan sebuah edisi revisi yang kemudian dikenal dengan sebutan Brevir Romawi. Dalam keputusan apostoliknya, Quod a nobis, dengan tegas ditandaskan larangan untuk menambahkan atau pun menghilangkan satu titik pun di dalam brevir tersebut (hal yang sama dilakukannya untuk buku Roman Missal dalam bulla Quo primum) agar tidak terkena murka Allah. �No one whosoever is permitted to alter this letter or heedlessly to venture to go contrary to this notice of Our permission, statute, ordinance, command, precept, grant, indult declaration, will decree and prohibition. Should anyone, however, presume to commit such an act, he should know that he will incur the wrath of Almighty God and of the Blessed Apostles Peter and Paul.� (In Defense of the Pauline Mass).

Konsili Vatikan II

34 tahun setelah revisi Paus Puis V, Paus Clement VIII melakukan perubahan atas brevir tersebut. Setelahnya, Paus Urban VIII dan Pius X juga melakukan perubahan yang cukup significant. Hal yang sama juga dilakukan oleh Paus Pius XII dan Paus Yohanes XXIII di tahun 1960.

Pada perkembangannya sejak akhir abad kelima hingga sebelum konsili vatican II, doa ibadat harian terdiri atas:
- Matutinum : Ibadat tengah malam (Vigile)
- Laudes (ps 148, 149, 150) dilakukan saat fajar menyingsing
- Primus � doa diawal pagi (jam 6)
- Tertia � Doa di awal tengah hari (jam 9)
- Sexta � doa tengah hari (jam 12 siang tepat)
- Nona � Doa setelah tengah hari (pk. 15.00)
- Vesper � doa sore (saat matahari tenggelam dan lampu-lampu mulai dinyalakan)
- Completorium � doa penutup hari.

Konsili Vatikan II melakukan penyederhanaan pada jam-jam kanonik Ibadat harian dan menjadikannya lebih mudah dilakukan pula oleh para awam dengan harapan untuk menggembalikan kembali karakter Ibadat Harian sebagai doa seluruh Gereja (bukan monoplogi biarawan/wati saja).

Konsili menghapuskan doa primus (digabungkan dengan Laudes) dan mengubah karakter Matutinum menjadi Ibadat Bacaan sehingga dapat dilakukan di setiap waktu. Lebih jauh lagi, konsili melakukan penataan ulang sehingga mazmur-mazmur secara keseluruhan bisa didoakan selama empat minggu (sebelumnya hanya satu minggu!).

Sejak Konsili Vatikan II pula, nama Roman Breviary diganti dengan sebutan Liturgy of the Hours / Ibadat Harian (Liturgia Horarum) yang terbagi dalam empat volume sesuai dengan Kalender Liturgi gereja:
� Volume I: Adven & Natal
� Volume II: Prapaskah dan Trihari Suci serta Masa Paska
� Volume III: Minggu Biasa 1 sampai 17
� Volume IV: Minggu Biasa 18 sampai 34

Saat ini, praktek Ibadat Harian dalam Gereja katolik Roma meliputi :
- Ibadat Pembukaan (merupakan ibadat pertama pada hari tersebut, bisa dalam Ibadat Bacaan atau Ibadat Pagi)
- Ibadat Bacaan (Matutinum)
- Ibadat Pagi (Laudes)
- Ibadat Siang, terdiri atas :
Tertia (Ibadat sebelum tengah hari)
Sextia (Ibadat tepat tengah hari)
Nona (Ibadat setelah tengah hari)
- Ibadat Sore (Vesper)
- Ibadat Malam (Completorium)

Sumber : http://parokisalibsuci.org/
Gambar : http://tradisikatolik.blogspot.com/

Sunday 15 April 2012

Menyelami Misteri Kristus Dalam Tahun Liturgi

TAHUN liturgi merupakan suatu siklus waktu yang secara ritual sakramental dirayakan misteri penyelamatan Kristus. Sehingga tahun liturgi tidak saja dipahami sebatas suatu siklus waktu tetapi juga sebagai suatu peristiwa iman gereja dalam mengaktualisasikan kembali misteri penebusan Kristus. Tahun liturgi adalah suatu siklus waktu di dalamnya karya keselamatan Kristus sungguh dihadirkan kembali dan manusia pun sungguh mengalami karya keselamatan itu. Oleh sebab itu tahun liturgi dan aneka ritual di dalamnya tidak dipandang sebagai suatu perayaan formalitas melainkan suatu perayaan yang hidup.

Di sini dapat dipahami bahwa yang menjadi hakekat dari tahun liturgi itu sendiri bukanlah rentetan pesta-pesta yang dirayakan menurut urutan waktu spiral, melainkan isi dari perayaan itu sendiri. Yang dirayakan di dalam tahun liturgi adalah Kristus sendiri. Pribadi Kristus sendiri yang menjadi inti dari tahun liturgi. Dan pribadi yang sama itu yang dirayakan di dalam pesta-pesta liturgis. Di sini pula sebenarnya menunjukkan hakekat dari waktu itu sendiri. Kristus sendiri mengatakan; Akulah alfa dan omega. Ia adalah awal dan akhir, maka sesungguhnya Kristus itu adalah waktu itu sendiri. Ia adalah keabadian. Tidak ada sesuatu yang ada berada dari dan di luar diriNya.

Oleh sebab itu saya merefleksikan misteri Kristus yang dirayakan di dalam tahun liturgi gereja Katolik, untuk menemukan hakekat atau inti dari tiap masa yang dirangkai di dalam tahun liturgi itu.

Masa Advent-Natal
a.Masa Advent

Sebelum merayakan Natal, pesta kelahiran Kristus, semua orang yang berdosa perlu mempersiapkan diri untuk menyambut kedatanganNya. Di dalam tahun liturgi waktu untuk mempersiapkan diri menyongsong kelahiran Kristus ini kita kenal sebagai masa advent, yaitu masa penantian. Di masa adven ini sesungguhnya merupakan masa penuh refleksi. Kita merefleksikan kehidupan kita dengan jujur untuk menemukan kenyataan diri kita di hadapan Tuhan yang maha agung. Di dalam proses persiapan diri ini, kita akan menemukan diri kita sebagai orang yang berdosa yang membutuhkan penyelamatan dari Tuhan. Oleh sebab itu dalam arti tertentu, masa advent merupakan masa pemurnian diri. Masa dimana kita menyadari keberdosaan kita dan di dalam penyesalan, kita berbalik kembali dari kenyataan keberdoasaan kita menuju jalan kebenaran. Inilah yang dinamakan jalan pertobatan. Sehingga di dalam masa advent yang berlangsung kurang lebih empat minggu ini, secara liturgis kita akan disuguhkan dengan berbagai bacaan sehubungan dengan pertobatan sebagai jalan menuju keselamatan.

Hal-hal yang ditekankan di dalam masa ini menyangkut hakekat diri Allah sebagai hakim yang adil, sebagai penebus, Tuhan yang berkuasa, Tuhan yang mulia, Tuhan yang membabtis dengan Roh Kudus. Dan Tuhan yang demikian akan dilahirkan oleh seorang perawan yang bernama Maria. Perempuan itu adalah Eva baru yang melahirkan Putra Allah untuk menebus dunia yang telah dirusakkan oleh Eva dan Adam lama serta keturunannya.

Oleh sebab itu dalam masa ini dimensi-dimensi yang mau ditekankan berkenaan dengan persoalan berjaga-jaga dan berdoa, kehidupan spiritual yang penuh kegembiraan karena akan lahir seorang penebus, kegembiraan ini sebagaimana yang ditunjukan oleh Maria sendiri lewat kata-katanya; �jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah penyelamatku�

Di sini saya menemukan bahwa inti terdalam dari masa advent sendiri adalah manusia diberi waktu untuk melihat dirinya di hadapan Tuhan, dan di dalam penemuan dirinya itu, ia berusaha terbuka kepada tawaran keselamatan Allah yang dapat diperolehnya lewat jalan pertobatan. Dengan demikian hemat saya setiap kita yang telah berbalik dari laku kita yang salah layak untuk menyambut Kelahiran Kristus di dalam hati kita.

b.Masa Natal
Secara harafiah Natal merupakan hari kelahiran Kristus. Di dalam tahun liturgi Natal menjadi perayaan istimewa. Sebab, Natal menjadi saat dimana Allah mengambil rupa manusia di dalam misteri inkarnasi. Kelahiran Kristus ke dunia menjadi titik awal misi keselamatan Kristus di dunia (Mirabilis Sacramentum). Di dalam masa Natal ini, kita merenungkan kelahiran putra Allah yang penuh misteri. Ia dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh perawan Maria. Suatu proses kelahiran yang melampaui akal sehat manusia. Sehingga di dalam masa Natal ini gereja sesungguhnya hendak merayakan misteri Agung Allah yang bekerja sama dengan manusia untuk menyelamatkan manusia dan segala isinya dari kuasa setan. Allah sendiri turun ke dunia untuk membangun kembali relasi yang telah dirusakan oleh manusia yang menyangkali cintaNya.

Dengan kata lain di dalam perayaan Natal, kita merayakan peristiwa pemberian Allah bagi kita. Dengan kata lain Natal merupakan realisasi paling nyata cinta Allah kepada kita. CintaNya melampaui besarnya dosa kita. Di dalam peristiwa Natal ini, kita berjumpa dengan Allah yang bukan Allah pendendam, bukan Allah yang selalu memperhitungkan dosa kita, melainkan Allah yang penuh belaskasihan, Allah yang turut mengambil bagian di dalam penderitaan kita. Partisipasi diri Allah di dalam kenyataan hidup kita ditunjukkanNya di dalam keadaan kelahiranNya. Allah di lahirkan di kandang yang hina yang dapat kita dengarkan di dalam bacaan-bacaan suci, atau melalui simbol-simbol yang menjadi ekspresi iman kita di dalam pembuatan kandang Natal. Allah yang solider dengan kita inilah yang di dalam perayaan Natal kita rayakan. Sebab Dia yang sama dengan kita dalam segala hal kecuali dalam hal dosa, Dialah yang juga menyelamatkan kita.

Oleh sebab itu perayaan Natal yang terus dirayakan tiap tahun, merupakan suatu pernyataan iman gereja akan sikap solider Allah yang selalu datang untuk menyelamatkan manusia dari kungkungan dosa. Dan pada pemahaman yang sama, manusia juga dituntut untuk selalu terbuka kepada tawaran keselamatan Allah ini. Sebab hanya melalui kerjasama antara Allah dan manusia, keselamatan itu sungguh menggembirakan. Sebab melalui kerja sama ini manusia tidak lagi disebut hamba dosa, melainkan anak-anak Allah yang telah diselamatkan.

Masa Prapaskah-Masa Paskah
a.Masa Prapaskah

Sebelum memasuki masa paskah, dalam kelender liturgi menyiapkan suatu masa yang kita kenal dengan masa Prapaskah. Masa prapaskah ini diawali dengan perayaan hari Rabu Abu. Di dalam masa Prapaskah ini memiliki warna dan nuansa yang sangat unik. Masa dimana menjadi masa penuh refleksi. Orang-orang diberi waktu untuk memeriksa batinnya, diberi waktu untuk menyatakan sesal dan tobatnya di dalam batin, kata dan perbuatannya. Pada masa ini juga orang diberi kesempatan untuk melakukan aktifitas mati raga (berpantang dan berpuasa) dan karya amal sebagai suatu perwujudan nyata dari dirinya yang mau bersolider dengan sesamanya yang menderita dan juga sebagai tahap dalam diri untuk mengalami misteri kebangkitan dan penebusan Kristus.

Sebagai tanda pertobatan sekaligus memasuki masa pertobatan ini, kita sebagai umat Katolik mendapatkan abu di dahi sebagai tanda yang mengingatkan kita untuk bertobat, sekaligus tanda akan kerapuhan diri kita sebagai manusia dan sebagai tanda ketidak abadian dunia. Oleh sebab itu tanda abu ini juga mengingatkan kita bahwa keselamatan hanya bersumber dari Tuhan.

Masa prapaskah yang dirayakan selama 40 hari ini sering dihayati sebagai hari ret-ret agung. Sebagaimana Musa berpuasa dan memurnikan diri di gunung Sinai dan Elia di gunung Horeb, (bdk. Kel 24:18, I Raj 19:8). Atau Yesus berpuasa selama 40 hari sebelum Ia tampil dan mengajar di depan umum. Masa prapaskah yang dirayakan selama 40 hari ini juga, menjadi saat dimana kita memurnikan diri dan mempererat diri dengan Tuhan. Di masa ini juga kita merenungkan sabdaNya, sebagaimana ketika Yesus di padang gurun Ia mengatakan kepada iblis yang menggodaNya untuk mengubah batu menjadi roti. Yesus mengatakan: �manusia tidak hidup dari roti saja melainkan dari sabda Tuhan�. Inilah alasan mengapa masa prapaskah adalah masa dimana kita belajar untuk semakin mengenal kehendak Tuhan yang termaktub di dalam kitab suci.

Di masa prapaskah ini juga, orang tidak saja memperbaharui relasinya dengan Tuhan tetapi juga dengan sesamanya. Sikap menjalin hubungan yang baik dengan sesama merupakan ekspresi nyata dari mengamalkan sabda dan kehendak Tuhan di dalam hidup berkemanusiaan.

Sesungguhnya di dalam masa prapaskah ini kita mengambil bagian di dalam penderitaan Kristus, dimana kita tidak saja mengadakan ziarah iman tentang peristiwa jalan salib Yesus dari kelahiran hingga kematianNya, tetapi juga mau sedikit merasakan secara konkret penderitaan yang pernah dialamiNya.

b.Masa Paskah
Paskah merupakan perayaan terpenting dalam tahun liturgi gerejawi Kristen. Di dalam peristiwa paskah ini, kita merayakan peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus. Kristus menjadi anak domba Paskah yang dikorbankan. Memasuki masa Paskah, menandakan bahwa masa Prapaskah telah berakhir. Kita sekalian memasuki masa Paskah dengan terlebih dahulu merayakan pekas suci yaitu Minggu Palma. Sebuah perayaan mengenang masuknya Yesus ke Yerusalem dengan menggunakan keledai yang disambut dengan sorak-sorai.

Tiga hari sebelum Minggu Paskah kita merayakan tiga hari suci (Tri Hari Suci) yaitu: hari Kamis Putih (warna liturgi putih), hari Jumat Agung (warna liturgi merah), dan hari Sabtu Suci (warna liturgi putih). Pada hari Kamis Putih, kita mengenang peristiwa perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridNya. Peristiwa Kamis Putih ini juga menjadi peristiwa penetapan Ekaristi dimana Yesus sendiri memberikan amanatNya kepada para murid untuk terus mengenang diriNya di dalam perjamuan selanjutnya. Di sini saya merefleksikan bahwa Kristus selalu hadir secara nyata di dalam perayaan ekaristi yang kita rayakan. Sebagaimana Ia mengatakan �inilah tubuhKu, inilah darahKu, lakukan ini sebagai peringatan akan Daku�, Kristus yang sama juga yang mengatakan �inilah tubuhKu, inilah darahKu, lakukan ini sebagai peringatan akan Daku� ketika imam mengucapkannya di dalam perayaan ekaristi. Perayaan ekaristi sungguh menghadirkan Kristus secara nyata dan hidup.

Usai Yesus merayakan perjamuan paskah bersama-murid-muridNya, ia ditangkap, diadili dan disiksa. Peristiwa penderitaan Yesus ini kita rayakan pada hari jumat Sengsara. Di hari Jumat ini kita mengikuti perjalanan salib Yesus dari peristiwa penangkapan Yesus, pengadilan, siksaan, menuju bukit Golgota dan akhirnya sampai pada kematianNya di kayu salib. Ketika mengikuti merenungkan perjalanan salib Yesus ini dengan penuh iman, kita pun akan merasakan bagaimana kemanusiaan Yesus dirampas habis-habisan oleh ciptaanNya sendiri. Bagaimana kita sebagai ciptaan mengadili dan menyiksa pencipta kita. Suatu peristiwa yang paling menyakitkan.

Perayaan Jumat sengsara ini menghantar kita untuk sampai pada refleksi yang mendalam akan cinta Tuhan yang paling agung, dimana Ia mengorbankan nyawa-Nya sendiri demi menebus dosa-dosa kita. Ia rela menanggung dosa-dosa kita bahkan rela untuk mati bahkan mati di salib yang hina. Peristiwa kematian Kristus di salib ini mengajarkan kita akan makna sebuah salib. Lewat salib itulah kita diselamatkan Tuhan. Oleh sebab itu lewat salib pun kita diajarkan Tuhan untuk tetap setia menanggung salib kita masing-masing. Di dalam kesetiaan kita dalam memanggul salib kita seraya tetap menaruh kepercayaan kepada Kristus kita pasti diselamatkanNya.

Walaupun demikian sejarah Yesus Kristus tidak berhenti pada kematianNya. Pada hari selanjutnya, Ia bangkit. Kebangkitan Kristus menjadi suatu peristiwa mulia dimana kita kembali mendapatkan harapan, bahwa Yesus itu Tuhan yang hidup. Ia dapat mengalahkan dosa dan maut lewat peristiwa kebangkitanNya. Di dalam dan melalui peristiwa kebangkitan Kristus ini iman kita memiliki dasar yang kokoh dan iman kita kepadaNya tidak pernah sia-sia dan para murid adalah saksiNya. Setelah triduum Paskah ini di sebut oktaf paskah hingga hari minggu setelah Minggu paskah. Selanjutnya pekan paskah yang berlangsung selama 7 Minggu dan berakhir pada hari pentekosta.

Masa Biasa
Masa biasa di dalam tahun liturgi dimulai setelah hari penampakan Tuhan (Epifani) dan berakhir pada hari raya Kristus raja semesta alam. Warna khas liturgi pada masa biasa ini adalah hijau yang menandakan masa yang penuh harapan. Disebut Masa Biasa karena di dalam masa ini tidak terdapat Misteri Kristus yang dirayakan secara khusus. Masa biasa memberi kesan bahwa masa itu tidak ada perayaan yang terjadi secara luar biasa. Misteri Kristus dirayakan secara meriah hanya di hari Minggu. Dimana tema utama di dalam bacaan-bacaan pada hari Minggu, selalu menyangkut misteri Kristus.

Akan tetapi perayaan masa biasa ini jangan dilihat sebagai suatu perayaan yang kurang nilai keselamatannya. Atau suatu perayaan yang tidak lengkap. Perayaan ekaristi pada masa biasa juga adalah suatu perayaan yang penuh, yakni di dalamnya, dirayakan secara utuh misteri penyelamatan Yesus. Oleh sebab itu tidak dibenarkan jika kita menyepelehkan misteri iman yang kita rayakan dalam ekaristi di masa biasa ini. Sebagaimanapun Ekaristi itu dirayakan, Ekaristi tetap menjadi sumber dan puncak kehidupan kita. Maka sangatlah tidak benar jika kita hanya mengambil bagian di dalam perayaan Ekaristi secara aktif pada masa-masa Natal dan Paskah.

Perayaan keselamatan Allah itu terjadi secara terus menerus. Oleh sebab itu, kita pun harus merayakannya tanpa henti. Bukan berarti juga kita menyangkali hari-hari khusus yang telah ditetapkan gereja di dalam tahun liturgi. Tetapi bahwa di dalam masa biasapun kita tetap merayakan misteri yang sama walau tak dirayakan secara istimewa, yaitu ucapan syukur atas karya penebusan dan kenangan akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus.

Lebih dari itu hari minggu pun disejajarkan dengan hari-hari raya lainnya. Dimana pada hari Minggu, bersama seluruh umat beriman kita merayakan dengan penuh syukur karya penyelamatan Allah yang hadir dalam diri Yesus Kristus lewat peristiwa wafat dan kebangkitanNya. Bersama umat beriman juga kita mengucap syukur karena selama sepekan kita mendapatkan perlindungan dan kasih karunia Tuhan. Dan dengan merayakannya kita sesungguhnya menguduskan hari Tuhan sesuai perintah Allah yang ke tiga serta menunaikan lima perintah Gereja yang mengatakan rayakanlah Ekaristi pada hari Minggu dan Hari Raya yang diwajibkan, dan janganlah melakukan pekerjaan yang dilarang pada hari itu.

Sumber : http://lawarik.wordpress.com/

Thursday 12 April 2012

Mengenal Ibadat Tenebrae

Adakah di antara Anda yang pernah mendengar kata Tenebrae? Di sebuah gereja di Surabaya, menurut sumber saya, sudah tiga tahun ibadat ini diadakan, dari 2005-2008. Dari internet, saya juga temukan Teks Tenebrae di Seminari Santo Paulus, yang diadakan pada hari Jumat Suci 2003. Apa sebenarnya Tenebrae ini? Siapa yang perlu melaksanakan ibadat ini dan bagaimana bentuknya yang benar? Tulisan ini saya sajikan untuk memberi gambaran awal tentang ibadat kuno yang cukup populer ini.

Tenebrae adalah kata dalam bahasa Latin yang artinya kegelapan. Dalam tradisi Katolik, Tenebrae adalah nama yang diberikan untuk gabungan dari Ibadat Bacaan (Officium Lectionis) dan Ibadat Pagi (Laudes) yang dilaksanakan pada Trihari Suci Paskah. Disebut gabungan, karena memang penyelenggaraan kedua ibadat ini digabungkan; Ibadat Pagi dilaksanakan segera setelah Ibadat Bacaan selesai.

Buat yang belum pernah dengar tentang Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi, keduanya adalah bagian dari Ibadat Harian, atau gampangnya sholatnya orang Katolik. Memang, orang Katolik pun harusnya sembahyang beberapa kali sehari; bukan cuman 5 waktu tapi malahan 7 waktu. Apa saja ketujuh waktu itu? Ada Ibadat Pagi (Laudes) yang dilaksanakan saat matahari terbit dan Ibadat Sore (Vesper) yang dilaksanakan saat matahari terbenam. Di antara keduanya, ada Tertia, Sexta dan Nona, yang sesuai namanya diselenggarakan pada jam ketiga, keenam dan kesembilan, dihitung dari sejak matahari terbit. Untuk mudahnya, kalau kita anggap matahari terbit pukul 6:00 pagi, maka Tertia diadakan pada pukul 9:00, Sexta 12:00 dan Nona 15:00. Nah, sampai di sini sudah ada lima ibadat. Berikut, ada yang namanya Ibadat Bacaan, yang sekarang bisa dilakukan kapan saja, meski dulunya ibadat ini dilakukan di tengah malam. Yang terakhir adalah Ibadat Penutup (Completorium) yang dilakukan sebelum tidur, pukul berapapun tidurnya.

Mari kita kembali ke Tenebrae. Dari penjelasan di atas, kita tahu bahwa Tenebrae adalah bagian dari Ibadat Harian. Dengan begitu, Tenebrae adalah liturgi, bukan devosi. Sebagai bagian dari Ibadat Harian dalam Trihari Suci Paskah, Tenebrae tentu tidak boleh menggantikan perayaan liturgi yang biasa kita hadiri pada Trihari Suci Paskah: Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci. Tata perayaan liturgi Trihari Suci Paskah itu sendiri, yang berawal dari tradisi kuno gereja, harus dilaksanakan dengan taat dan religius dan tidak boleh diubah oleh siapapun atas insiatif sendiri, demikian yang tertulis di Sirkuler Kongregasi Ibadat Ilahi tentang Persiapan dan Perayaan Pesta Paskah (Feb 1988). Sirkuler ini juga yang meminta agar Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi pada hari Jumat Agung dan Sabtu Suci (=Tenebrae) dilaksanakan dengan kehadiran umat, bukan cuma oleh para klerus. Untuk kepentingan itu, maka waktunya pun perlu disesuaikan. Tentu susah mengharapkan kehadiran umat manakala Tenebrae ini dimulai pada pukul 3:00 pagi seperti pada jaman dahulu kala di biara-biara. Lalu, kapan waktu yang tepat? Boleh saja dibikin di pagi hari Jumat Agung dan Sabtu Suci. Bagaimana kalau ada devosi jalan salib di pagi hari Jumat Agung? Pakar liturgi C.H. Suryanugraha OSC mengatakan bahwa kebiasaan jalan salib di pagi hari ini sebenarnya kurang tepat. Ia mengingatkan bahwa Paus sendiri melaksanakan jalan salib di malam hari Jumat Agung. Pakar liturgi yang lain, P. Boli Ujan SVD meyakinkan bahwa sesuai Pedoman Ibadat Harian (PIH), Ibadat Bacaan dapat didaraskan pada setiap waktu sepanjang hari (PIH 59). Lebih lanjut mengenai Ibadat Harian dalam Trihari Suci Paskah dapat dibaca di PIH 208-213.

Berikutnya, mari kita bahas tata upacara Tenebrae. Ibadat ini, seperti juga Ibadat Harian lainnya, aslinya adalah nyanyian Gregorian, dalam bahasa Latin. Lagunya sangat indah dan suasana ibadatnya sangat dramatis, dengan nuansa berkabung dan kesedihan yang mendalam. Ibadat ini dulunya dilaksanakan di biara-biara mulai pukul 3:00 pagi, diterangi cahaya 15 lilin di kandelar khusus seperti yang terlihat di foto sebelah, plus 6 lilin di altar. Lilin-lilin ini nantinya satu persatu dipadamkan hingga tercapai kegelapan yang sempurna. Itu sebabnya ibadat ini dinamakan Tenebrae, yang artinya kegelapan. Sekarang ini, Tenebrae memang tidak lagi dimulai pukul 3:00 pagi, namun 15 lilin (atau kadang dimodifikasi menjadi hanya 7 lilin) dengan kandelar khusus itu toh tetap digunakan. Dalam praktiknya, bahkan ada pemikiran bahwa upacara yang dibikin dengan lilin-lilin yang dipadamkan satu persatu lalu boleh disebut Tenebrae. Sebaiknya kita berhati-hati dengan Tenebrae yang digagas saudara-saudara kita Kristen non-Katolik. Umat Katolik sebaiknya berhati-hati menggunakan tata upacara atau partitur Tenebrae yang ada di internet atau yang dibeli dari luar negeri. Kurang pas rasanya kalau kita menggunakan liturgi Protestan di dalam gereja Katolik. Dalam tradisi Katolik, Tenebrae dilaksanakan dalam suasana berkabung yang amat mendalam. Organ tidak pernah dipakai dalam Tenebrae, juga tidak dimainkan sebelum dan sesudah ibadat ini (Ceremonies of the Liturgical Year 409, Elliott, 2002).

Tenebrae menurut tradisi Katolik sebelum Konsili Vatikan II memiliki unsur-unsur berikut. Yang pertama adalah Ibadat Bacaan. Ibadat Bacaannya terdiri dari 3 Nocturna, yang masing-masing terdiri dari 3 Mazmur dan 3 Bacaan plus Tanggapannya. Kalau ditotal, semuanya ada 9 Mazmur. Nah, berikutnya adalah Ibadat Pagi. Ibadat Paginya terdiri dari 5 Mazmur dan Kidung plus satu lagi Kidung Zakaria (Benedictus) sebagai puncaknya. Nah, lilin yang 15 buah tadi nantinya dimatikan satu persatu setiap kali selesai mendaraskan mazmur atau kidung yang jumlahnya 14 (tidak termasuk Kidung Zakaria). Berikutnya, satu persatu lilin di altar yang jumlahnya 6 buah juga dimatikan setiap kali selesai mendaraskan 6 ayat-ayat terakhir Kidung Zakaria. Sampai di sini tinggallah satu lilin di puncak kandelar khusus yang berisi 15 lilin tersebut. Satu lilin itu pun lalu diambil dan disembunyikan di bawah altar sehingga terjadi kegelapan yang sempurna. Pada saat yang sama, semua yang hadir menimbulkan kegaduhan, biasanya dengan memukul-mukulkan Buku Ibadat Harian (Brevir) ke bangku. Ini untuk mensimulasikan gempa yang terjadi saat Yesus wafat. Setelah itu, lilin yang disembunyikan di bawah altar dikeluarkan lagi dan ibadat berakhir dengan khidmat.

Supaya lebih jelas, berikut saya berikan contoh rumusan Tenebrae untuk Jumat Agung. Ini saya ambil dari Missale Romanum 1962 terbitan Baronius. Rumusan ini ada juga di Liber Usualis. Pertama, kita mulai dengan Ibadat Bacaan. Nocturna Pertama: Mazmur 2, 21 dan 26 plus 3 bacaan yang diambil dari Kitab Ratapan (Nabi Yeremia) 2. Nocturna Kedua: Mazmur 37, 39 dan 53 plus 3 bacaan yang diambil dari tulisan Santo Agustinus. Nocturna Ketiga: Mazmur 58, 87 dan 93 plus 3 bacaan yang diambil dari Surat Rasul Paulus kepada Orang Ibrani 4. Setelah selesai Ibadat Bacaan dengan tiga nocturna itu, kemudian dilanjutkan dengan Ibadat Pagi. Mazmur 50, 142, 84, Kidung Habakuk III, Mazmur 147 dan akhirnya Kidung Zakaria. Itu semua kalau didaraskan akan makan waktu setidaknya 2.5 jam.

Nah, di atas adalah format Tenebrae hasil reformasi terakhir sebelum Konsili Vatikan II. Setelah Konsili Vatikan II, formatnya jauh lebih sederhana, tapi tentu tetap adalah format Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi yang digabungkan. Kalau mau detailnya, untuk yang Jumat Agung bisa dibaca sendiri di Buku Ibadat Harian (Brevir), mulai halaman 168. Kalau juga pengin tahu aslinya dalam bahasa Latin, boleh coba klik di link Liturgia Horarum Online ini.

Rumit dan panjang yah? Memang, itu sebabnya ibadat ini biasanya dipandu oleh seorang Magister Caeremoniarum. Oh ya, uskup atau imam yang hadir dalam ibadat ini tidak memakai kasula atau pluviale. Mereka hanya memakai habitus choralis atau gampangnya busana panti imam. Untuk uskup, ini berarti jubah dan selendang sutera ungu dengan rochet putih dan mozetta ungu serta salib pektoral yang digantung dengan tali anyaman hijau emas, plus pileola (solideo) dan biretta ungu. Untuk imam, ini berarti jubah mereka (yang menurut tradisi Katolik berwarna hitam) plus superpli putih. Kalau jubah imam berwarna putih dan tidak terlihat indah dikombinasikan dengan superpli yang juga berwarna putih, boleh saja imam memakai alba putih dan singel. Stola tidak dikenakan baik oleh uskup maupun imam.

Sumber : http://tradisikatolik.blogspot.com/2009/02/apa-itu-tenebrae.html

Sunday 8 April 2012

Ikuti Jalan Salib

Via Dolorosa
Mari kita merenungkan
Yesus yang menjadi kurban
karena cintakasih-Nya


Tanda Salib dan Salam

Doa Pembukaan
Allah Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur kepada-Mu, karena pada hari ini kami Kau kumpulkan. Lewat Jalan salib ini kami ingin mengenang kembali Yesus Kristus, yang menderita sengsara demi keselamatan kami.
Semoga Roh Kudus yang Kau curahkan ke dalam hati kami, membuat kami semakin menyadari betapa besar cinta-Mu kepada kami.
Maka lewat Jalan salib ini ajarilah kami, agar kami tidak takut mencintai Engkau dan sesama kami. Demi Yesus Kristus Tuhan dan Pengantara kami yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dan persekutuan dengan Roh Kudus selalu mendampingi hidup kami, Allah sepanjang masa. Amin.

Perhentian 1
Yesus dihukum mati


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Sesudah ditangkap Yesus mula-mula dihadapkan ke sidang Sanhedrin. Pada keesokan harinya Ia dibawa ke Pengadilan Pilatus. Pilatus bertanya kepada orang-orang Yahudi, �Apakah tuduhanmu terhadap orang ini?� Mereka menjawab dengan mengajukan saksi-saksi dusta. Kemudian Pilatus memanggil masuk ke dalam Gedung Pengadilan dan memanggil Yesus untuk ditanyai tentang tuduhan mereka.
Tetapi Pilatus tidak menemukan kesalahan apapun seperti yang dituduhkan mereka kepada Yesus. Maka Pilatus berusaha melepaskan Yesus, namun oleh desakan para tua-tua, ahli-ahli Taurat dan seluruh rakyat, Pilatus menjatuhkan hukuman mati; ia menyerahkan Yesus kepada rakyat Yahudi untuk disalibkan (Cfr. Yoh18:38 ; Yoh19:16).
�Salib bagi orang-orang yang akan binasa memang merupakan kebodohan, tetapi bagi kita yang diselamatkan Salib adalah kekuatan Allah.� (Cfr. 1Kor1:18)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur atas pengurbanan-Mu demi keselamatan kami. Demi kami Engkau telah setia kepada kehendak Bapa meskipun Engkau harus menghadapi hukuman mati di Salib.
Semoga kami pun selalu setia kepada kehendak Bapa, juga kalau karena kesetiaan itu kami harus menderita seperti Engkau. Sebab Engkaulah Tuhan kami kini dan sepanjang masa. Amin

P: Kasihanilah kami ya Tuhan, kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami��
Anakdomba tak bersalah
ajar kami pun berpasrah
taat pada Bapa-Mu


Perhentian 2
Yesus memanggul Salib

P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Yesus tidak bersalah namun dijatuhi hukuman mati. Setelah diolok-olok, diludahi, dimahkotai duri dan disesah, Yesus dibawa keluar dari balai pengadilan untuk disalibkan. �Sambil memikul salib-Nya Yesus pergi ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota.� (Cfr. Yoh19:17)
Dengan memanggul sendiri Salib-Nya, Yesus telah mengajar kita, �Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.� (Cfr. Luk9:23)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur kepada-Mu karena boleh ambil bagian dalam Salib-Mu. Engkau mengizinkan kami seperasaan dan sependeritaan dengan Dikau. Semoga kami setia memanggul salib kami, yang kecil dan ringan jika dibandingkan dengan Salib-Mu, supaya kami patut disebut pengikut-Mu, Engkaulah Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

P: Kasihanilah kami ya Tuhan, kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami��
Kayu Salib Dia panggul
mari kita pun memikul
salib kita di dunia


Perhentian 3
Yesus jatuh untuk pertama kalinya


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Perjalanan Yesus ke Golgota semakin lama semakin jauh meninggalkan kota. Banyak darah keluar dari luka-luka-Nya. Badan lelah, penat dan lemah. Beban Salib pun terasa semakin berat. Apalagi masih diperberat dengan penderitaan batin:ditinggalkan oleh para murid-Nya, ditolak oleh bangsa-Nya, dan dijatuhi hukuman mati sekalipun tidak bersalah.
Sungguh bukan hanya Salib yang dipanggul Yesus, melainkan juga dosa-dosa kita. �Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kesalahan kita, hukuman yang mendatangkan keselamatan kita ditimpakan kepada-Nya.� ( Cfr. Yes53:5)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur kepada-Mu karena Engkau berkenan memanggul dosa-dosa kami. Kami yang berbuat dosa, tetapi Engkau yang menanggung hukuman-Nya. Semoga kami tidak lagi memperberat beban yang harus Kau tanggung. Sebaliknya semoga kami selalu berusaha meringankan-Nya dengan bertobat dan dengan meringankan beban orang lain, agar langkah kami pun lebih ringan mengikuti Engkau, Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

P: Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa kami ....................
Tuhan Yesus tolong kami
bila kami jatuh lagi
karena salib yang berat


Perhentian 4
Yesus berjumpa dengan ibu-Nya


P:Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U:Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Para murid Yesus telah lari, sehingga Yesus harus menapaki jalan sengsara-Nya seorang diri. Tetapi dalam perjalanan sengsara ini ternyata masih ada Maria, ibu-Nya, yang setia menderita bersama Dia. Ibu Yesus ternyata bukan hanya Maria. Yesus sendiri menegaskan, �Siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku!� (Cfr. Mat12:50)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur atas teladan Bunda Maria dalam mendampingi orang yang menderita. Semoga karena teladan Bunda Maria, kami didorong untuk lebih berani ambil bagian dalam keprihatinan sesama, lebih-lebih yang berada disekitar kami. Bantulah kami menjadi sahabat sejati bagi orang yang menderita, dan dengan demikian menjadi sahabat-Mu sendiri. Engkaulah Tuhan kami kini dan sepanjang masa. Amin

P: Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami�..
O Maria bunda kudus
yang setia ikut Yesus
Kau teladan hidupku


Perhentian 5
Yesus ditolong oleh simon dari Kirene


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Yesus sangat letih dan lemah, padahal tempat yang dituju masih jauh. �Maka para serdadu menahan seorang yang bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan salib Yesus diatas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus.� (Cfr. Luk23:25)
Memanggul Salib merupakan ukuran kelayakan seorang pengikut Yesus, karena Yesus sendiri bersabda barangsiapa tidak memikul salib-Nya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.� (Cfr. Mat19:28)
Jadi, bagi orang Kristen salib sungguh tidak terelakkan. Salib adalah beban yang harus kita pikul. Namun, kita akan mampu memikul beban berat itu kalau kita saling membantu. �Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Maka kamu memenuhi hukum Kristus!� (Cfr. Gal6:2)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, melalui Simon dari Kirene engkau mengajar kami untuk meringankan beban penderitaan orang lain. Kami bersyukur karena, melalui hal-hal kecil yang kecil, kami Kau perkenankan untuk ambil bagian dalam Salib-Mu yang berat. Semoga demi Engkau kami tidak takut menolong sesama kami yang sedang menderita, apa pun resikonya, sebab Engkaulah Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

P; Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami�..
Apa pun yang kau lakukan
bagi para penderita
pada Tuhan berkenan


Perhentian 6
Wajah Yesus diusap oleh Veronika


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Wajah Yesus kotor oleh darah, keringat dan debu. Semarak dan ketampanan wajah-Nya terasa sirna. Tepatlah gambaran Yesaya, �Banyak orang akan tertegun memandang Dia; begitu buruk rupa-Nya, tidak seperti manusia lagi; dan tampaknya tidak seperti anak manusia lagi. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada, sehingga kita tidak tertarik untuk memandang Dia; dan rupa pun tidak sehingga kita menginginkannya; Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap Dia.� (Cfr. Yes52:14 ; Yes53:2-3)
Kendati begitu masih ada orang yang bersimpati pada Yesus, yakni Veronika, Ia maju mendekati Yesus, lalu mengusap wajah-Nya. Dengan tindakannya yang sederhana Veronika telah menolong orang yang menderita. Ia memberi contoh kepada kita mengamalkan amanat salah seorang Rasul Yesus, �Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!� (Cfr. Rom12:15)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, ampunilah kami yang sering takut menolong orang yang menderita. Semoga teladan Veronika membuat kami berani berbuat sesuatu, meskipun kecil, untuk meirngankan beban mereka yang sedang menderita. Dengan demikian kami telah meringankan pula beban-Mu. Sebab Engkaulah Tuhan kami kini dan sepanjang masa. Amin

P: Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami�..

Bila kita meringankan
duka orang yang sengsara
Tuhan Allah berkenan


Perhentian 7
Yesus jatuh untuk kedua kalinya


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Kendati sudah ditolong oleh Simon dari Kirene dan wajah-Nya sudah dibersihkan, tubuh Yesus tidak bertambah segar. Salib yang menindih terasa semakin berat. Perjalanan masih jauh. Yesus semakin payah.
Untuk kedua kalinya Yesus jatuh. Meskipun begitu dengan teguh hati Ia bangun. Diangkat-Nya lah kembali Salib berat itu; Ia meneruskan perjalanan tanpa mengeluh.
Apa yang dinubuatkan Yesaya kini menjadi kenyataan, �Dia dianiaya, Dia membiarkan diri ditindas, dan tidak membuka mulut-Nya, seperti anakdomba yang dibawa ke tempat pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, Ia tidak membuka mulut-Nya.� (Cfr. Yes53:7)

Marilah berdoa,
Ya Yesus yang tabah, bantulah kami agar mampu bangkit dari kelemahan-kelemahan kami. Semoga kami mampu memperbaiki diri, dan berani bangkit dari dosa-dosa kami, seperti Engkau bangkit kembali ketika jatuh tertimpa Salib. Sebab Engkaulah Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

P:Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U:Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami��.
Bilamana kami goyah
dan tercampak karena salah
ya Tuhan, tegakkanlah


Perhentian 8
Yesus menghibur perempuan-perempuan yang menangisi-Nya


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Tatkala Yesus menapaki jalan Salib-Nya menuju Golgota, banyak orang mengikuti Dia; diantaranya banyak wanita yang menangisi dan meratapi Dia. Yesus berpaling kepada mereka dan berkata, �Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah Engkau menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!� (Cfr. Luk23:28)
Kita sering tidak punya waktu dan hati untuk orang lain. Kita sibuk dengan diri kita sendiri saja. Apalagi kita merasa bahwa penderitaan kitalah yang paling berat, dan orang lainlah penyebab penderitaan kita. �Kita sendiri susah, mana mungkin harus menghibur orang lain?� Beginilah kita sering membela diri.
Yesus memberi teladan supaya kita menghibur orang lain, meskipun kita sendiri sedang menderita. Tetapi lebih dari itu, kita perlu menangisi diri kita sendiri. Kita perlu bertobat dan mengajak orang lain untuk bertobat.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus yang maharahim, kami bersyukur karena Engkau mengingatkan kami akan dosa kami. Memenuhi amanat-Mu, semoga kami berani meratapi dosa-dosa kami. Bantulah kami bangkit dari dosa dan kelemahan kami, lalu mengusahakan hidup yang berkenan kepada-Mu. Bantulah kami untuk memperhatikan orang-orang yang menderita di sekitar kami. Sebab Engkaulah Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

P:Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U:Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami���.
Dalam tobat yang sejati
kini akan kuratapi
dosa dan pelanggaran


Perhentian 9
Yesus jatuh untuk ketiga kalinya


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Hari semkain panas. Jalan yang menuju puncak Golgota semakin menanjak. Tubuh Yesus yang semakin lemah tidak mampu menahan beban Salib yang berat. Untuk ketiga kalinya Yesus jatuh,
Tubuh-Nya terbanting di tanah yang berbatu-batu. Darah kemblai mengucur dari luka-luka-Nya. Dengan sisa tenaga-Nya, Yesus berusaha bangun. Yesus mau menyelesaikan perjalanan sampai ke puncak Golgota.Cinta-Nya keapda manusia dan ketaatan kepada kehendak Bapa-Nya memberikan kekuatan yang begitu besar kepada Yesus.
Beban Yesus semakin berat kalau kita sering jatuh dalam dosa; atau kalau kita menjatuhkan orang lain. Dengan jatuh dan bangun lagi Yesus mengajar kita untu tidak putus asa. Kalau kita jatuh dalam dosa, kita bangun lagi.

Marilah berdoa,
Ampunilah dosa-dosa kami ,ya Yesus yang maharahim. Bebaskanlah kami dari belenggu dosa yang memenjarakan kami. Tuntunlah langkah kami mengikuti jalan-Mu; jalan menuju ke hidup kekal. Engkaulah Tuhan kami kini dan sepanjang masa. Amin

P:Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U:Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami��
Bila hatiku gelisah
karna dosa dan derita
tangan-Mu ulurkanlah


Perhentian 10
Pakaian Yesus ditanggalkan


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Sesampai di puncak Golgota para prajurit menanggalkan pakaian Yesus dengan paksa. Mereka mengambil pakaian Yesus, lalu membaginya menjadi empat bagian; untuk tiap-tiap prajurit satu bagian. Demikian juga jubah-Nya mereka amabil. Jubah itu tidak berjahit, dari atas sampai ke bawah hanya satu tenunan. Karena itu mereka berkata seorang kepada yang lain; �Janganlah kita membaginya menjadi beberapa potong, tetapi baiklah kita membuang undi untuk menentukan siapa yang mendapatkannya.� Maka genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci, �Mereka membagi-bagikan pakaian-Ku diantara mereka dan mereka membuang undi atas jubah-Ku.� (Cfr. Yoh19:23-24)
Yesus telah menajdi manusia yang paling hina. Bagaimanakah sikap kita terhadap-Nya? Sudahkah kita melakukan seperti yang dikatakan Yesus pada hari penghakiman?- �Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Sebab sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang yang paling hina ini kamu melakukannya untuk Aku.� (Cfr. Mat25:36)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur karena dengan dihinakan di Salib Engkau telah memulihkan martabat kami yang cemar akibat dosa. Semoga kami mampu menjaga martabat kami yang luhur dan suci, serta menghindari hal-hal yang merendahkan martabat kami. Terlebih, semoga kami selalu menaruh hormat dan menjaga martabat-Mu sendiri yang Kau pertaruhkan dalam diri sesama kami. Engkaulah Tuhan kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin

P: Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami��.
Pakaian-Mu dibagikan
martabat-Mu direndahkan
Kau tinggikan harkatku


Perhentian 11
Yesus disalibkan


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Sampailah mereka di tempat yang bernama Golgota, yang berarti tempat tengkorak. Para serdadu memberikan anggur bercampur mur kepada Yesus, tetapi Yesus menolaknya. Kemudian mereka menyalibkan Dia. (Cfr. Mrk15:22-24a)
�Manusia lama kita telah turut disalibkan bersama Yesus, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.� (Cfr. Rm6:6)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur Engkau berkenan menanggung sengsara di Salib untuk membebaskan kami dari kekuasaan dosa. Berilah kami kekuatan untuk menyalibkan dosa-dosa kami, agar kami kelak Kau bangkitkan dan boleh menikmati kebahagiaan bersama Engkau. Engkaulah Tuhan kami kini dan sepanjang masa. Amin

P: Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami�.
Dari Salib Kau melihat
tak terbilang yang menghujat
berapakah yang taat


Perhentian 12
Yesus wafat di kayu Salib


P: Kami mneyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Ketika itu hari sudahkira-kira pukul duabelas siang, lalu kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai pukul tiga, sebab matahari tidak bersinar. Dan tabir Bait Suci terbelah dua. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring, �Ya Bapa , ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku!� Dan sesudah berkata demikian, Yesus menyerahkan nyawa-Nya (Cfr. Luk23:44-46)

hening sejenak untuk menghormati wafat Tuhan

Kepala pasukan dan prajurit-prajurit yang menjaga Yesus menjadi sangat takut menyaksikan wafat Yesus secara demikian. Mereka berkata, �Sungguh orang ini adalah Anak Allah!� (Cfr. Mat27:54)
�Jika kita telah mati bersama Kristus, kita percaya bahwa kita akan hidup juga bersama Dia. Maka hendaklah kita semua sadar; kita telah mati bagi dosa, tetapi hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.� (Cfr. Rm6:8)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, melalui wafat-Mu di Salib, Engkau telah menyelamatkan kami. Semoga kami yang telah mengenal misteri Salib dan mengamalkannya di dunia ini kelak boleh menikmati buah-buah penebusan dalam Kerajaan Surga bersama Engkau Tuhan kami, kini dan sepanjang masa. Amin

P: Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami�..
Biji mati menghasilkan
buah yang berkelimpahan
wafat-Mu menghidupkan


Perhentian 13
Yesus diturunkan dari Salib


P: Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U: Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

Di dekat Salib Yesus berdirilah Maria, ibu-Nya, saudara ibu-Nya Maria istri Kleopas, dan Maria Magdalena. Salah seorang prajurit menikam lambung Yesus, dan segera keluarlah darah serta air (Cfr. Yoh19:25 ; Yoh19:nbsp ; 34). Hari mulai malam. Maka Yusuf dari Arimatea, yang telah menjadi murid Yesus, memberanikan diri menghadap Pilatus untuk meminta jenazah Yesus. Pilatus heran waktu mendengar Yesus sudah mati. Setelah mendengar keterangan kepala pasukan, ia berkenan memberikan jenazah Yesus (Cfr. Mrk15:42-46)
Maria menerima jenazah Yesus di pangkuannya. Maria melaksanakan apa yang pernah dikatakannya, �Aku ini hamba Tuhan, jadilah keapdaku menurut perkataanmu.� (Cfr..Luk1:38) Maria memang pantas menjadi teladan setia orang beriman. Ketika Yesus menderita, ia tetap setia berada di samping-Nya.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, Engkau telah memperbaharui dunia lewat sengsara-Mu yang mengagumkan. Resapkanlah dalam diri kami karya belaskasih-Mu ini, sehingga kami selalu ingat akan misteri agung ini, dan boleh mengabdikan diri kami sepenuhnya hanya kepada-Mu. Engkaulah Tuhan kami kini dan sepanjang masa. Amin

P: Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U: Allah ampunilah kami orang berdosa ini
Bapa Kami��
Salib tanda kehinaan
jadi lambang kemenangan
karena Tuhan t�lah menang


Perhentian 14
Yesus dimakamkan


P:Kami menyembah Dikau ya Tuhan dan bersyukur kepada-Mu
U:Sebab dengan Salib Suci-Mu Engkau telah menebus dunia

�Para murid mengambil jenazah Yesus dan mengafaninya dengan kain lenan, dan memburatinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat. Dekat tempat Yesus disalibkan ada sebuah kubur baru yang didalamnya belum pernah dimakamkan seseorang. Maka mereka membaringkan mayat Yesus disitu�. (Cfr. Yoh19:40-42).
�Kita semua, yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya. Oleh pembaptisan kita telah dikuburkan bersama-sama Dia, supaya, sama seperti Kristus dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup secara baru.� (Cfr. Rm6:3-4)

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus Kristus, Engaku telah turun ke bumi dan naik ke surga dengan mulia. Semoga kami yang telah dikuburkan bersama Engkau dalam pembaptisan, boleh bangkit pula bersama Engkau untuk hidup abadi. Engkaulah Tuhan kami sepanjang segala masa. Amin

P:Kasihanilah kami ya Tuhan kasihanilah kami
U:Allah ampunilah kami orang berdosa ini.
Bapa Kami�.
Tuhan Yesus dimakamkan
masuk alam kematian
sampai bangkit mulia


Penutup
Walaupun dalam rupa Allah, Kristus Yesus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Sebaliknya, Ia mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia merendahkan diri dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah amat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama diatas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuklah segala yang ada di langit, yang ada diatas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku; Yesus Kristus adalah Tuhan, untuk kemuliaan Allah Bapa (Cfr. Flp2:5-11).

Terpujilah Kristus Tuhan Raja kemuliaan kekal
Tuhan sungguh sudah bangkit, bagi-Nya hormat dan kekuasaan selamanya
terpujilah Kristus Tuhan Raja kemuliaan kekal


Marilah berdoa,
Allah Mahapengasih, kami bersyukur akrena dapat mengenangkan Yesus yang sengsara dan wafat demi keselamatan kami. Limpahkanlah berkat-Mu atas kami yang mengharapkan kebangkitan bersama Dia. Semoga karena berkat-Mu, kami bertumbuh dalam iman dan keyakinan akan kebahagiaan abadi. Demi Kristus Tuhan kami. Amin

Sumber : http://www.ekaristi.org/
Gambar : http://programkatekese.blogspot.com/

Saturday 7 April 2012

Trihari Suci dan 40 Hari Masa Prapaskah

oleh: P. William P. Saunders *
Terkadang saya mendengar imam dan juga yang lainnya mengatakan bahwa Trihari Suci bukanlah bagian dari Masa Prapaskah. Tetapi, jika saya menghitung hari dari Rabu Abu hingga Sabtu Suci, saya mendapati bahwa jumlahnya baru genap 40 apabila kita menghitung juga Trihari Suci dan tanpa menghitung enam hari Minggu sepanjang Masa Prapaskah. Saya tahu bahwa tanggal Rabu Abu secara khusus ditetapkan supaya Masa Prapaskah berjumlah 40 hari. Jadi, apakah benar saya mengatakan bahwa ketiga hari dari Trihari Suci adalah sungguh bagian dari Masa Prapaskah?
~ seorang pembaca di Woodbridge

Seperti dinyatakan dalam pertanyaan di atas, Masa Prapaskah memang dimulai pada hari Rabu Abu dan merupakan masa persiapan khusus selama 40 hari untuk merayakan Paskah. Juga, seperti dinyatakan dalam pertanyaan, penghitungan �40 hari� dimulai dengan hari Rabu Abu, dengan mengecualikan hari-hari Minggu sepanjang Masa Prapaskah, dan berakhir pada hari Sabtu Suci.

Empatpuluh hari Masa Prapaskah merupakan tradisi yang telah berlangsung lama dalam Gereja kita, teristimewa setelah disahkannya kekristenan pada tahun 313. Konsili Nicea (tahun 325), dalam hukum disiplinernya, mencatat bahwa dua sinode provinsial haruslah diselenggarakan setiap tahun, �satu sebelum Masa Prapaskah selama 40 hari.� St. Sirilus dari Alexandria (wafat 444) dalam serial �Surat-surat Festal� juga mencatat praktek dan lamanya Masa Prapaskah, dengan menekankan masa puasa selama 40 hari. Dan akhirnya, Paus St. Leo (wafat 461) menyampaikan khotbahnya bahwa umat beriman wajib �melaksanakan puasa mereka sesuai tradisi Apostolik selama 40 hari�. Orang dapat menyimpulkan bahwa pada akhir abad keempat, masa persiapan selama 40 hari menyambut Paskah yang disebut sebagai Masa Prapaskah telah ada, dan bahwa masa ini berakhir pada Hari Raya Paskah.

�Konstitusi tentang Liturgi Kudus� Konsili Vatikan II memaklumkan, �Dua ciri khas Masa Prapaskah - mengenang atau mempersiapkan pembaptisan, dan membina tobat - haruslah diberi penekanan yang lebih besar dalam liturgi dan dalam katekese liturgi. Masa Prapaskah merupakan sarana Gereja dalam mempersiapkan umat beriman untuk merayakan Paskah, sementara mereka mendengarkan Sabda Tuhan dengan lebih sering dan meluangkan lebih banyak waktu untuk berdoa� (no. 109). Selanjutnya Konsili menekankan, �Namun puasa Paska hendaknya dipandang keramat, dan dilaksanakan di mana-mana pada hari Jumat Sengsara dan Wafat Tuhan, dan bila dipandang berfaedah, diteruskan sampai Sabtu Suci, supaya dengan demikian hati kita terangkat dan terbuka untuk menyambut kegembiraan hari Kebangkitan Tuhan� (no. 110). Instruksi ini tampaknya menyatakan bahwa Masa Prapaskah, masa persiapan dalam doa, puasa dan matiraga terus berlanjut hingga Misa Paskah pertama, yaitu Misa Malam Paskah.

Namun demikian, dengan pembaharuan liturgi yang diprakarsai oleh Konsili Vatikan II, perayaan Trihari Suci (= Triduum) - Kamis Putih, Jumat Agung dan Paskah - juga dipertimbangkan kembali. Patut diingat bahwa Paus Pius XII sesungguhnya memulai praktek ini dan pada tahun 1951 mengembalikan Malam Paskah ke tempatnya yang lebih sesuai. Masing-masing liturgi Kamis Putih, Jumat Agung dan Malam Paskah tidak dipandang sekedar sebagai perayaan dari peristiwa-peristiwa yang terpisah, melainkan ketiganya sungguh dipandang sebagai satu misteri keselamatan. Oleh sebab itu, Misa Perjamuan Malam Terakhir Tuhan pada hari Kamis Putih tidak diakhiri dengan berkat penutup; melainkan berkat diberikan di akhir Misa Malam Paskah. Dalam ensikliknya yang indah, �Ecclesia de Eucharistia� Paus Yohanes Paulus II yang terkasih menulis, �Pencurahan Roh Kudus telah melahirkan Gereja, dan mengutusnya ke seluruh dunia. Tetapi saat yang menentukan bagi pencitraannya pastilah pendasaran Ekaristi di Ruang Perjamuan. Dasar dan sumber mata airnya adalah seluruh Trihari Suci Paskah. Dan semuanya ini seolah diramu, dipancarkan dan dipadatkan buat selamanya dalam karunia Ekaristi. Dalam karunia ini, Yesus Kristus dipercayakan kepada Gereja-Nya, sebagai penghadiran abadi Misteri Paskah. Dengan itu, Ia membentuk misteri `kesatuan waktu' antara Trihari Suci dan perlangsungan segala abad� (no. 5). Sebab itu, orang dapat beragumentasi bahwa Masa Prapaskah berakhir dengan perayaan Misa Perjamuan Malam Terakhir Tuhan pada hari Kamis Putih, yaitu awal dari Trihari Suci; namun demikian orang juga akan mendapati Masa Prapaskah yang kurang dari 40 hari, yang tidak sesuai dengan tradisi yang telah lama berlangsung.

Jadi, bagaimana? Mungkin, di sini tradisi mendapatkan penekanan yang lebih. Seperti dinyatakan di atas, Konsili Vatikan Kedua mengingatkan kita untuk mempertahankan puasa Paskah sepanjang Masa Prapaskah hingga Malam Paskah, yaitu Misa Paskah pertama. Namun demikian, kita juga patut merayakan Triduum sungguh sebagai satu peristiwa penyelamatan yang memungkinkan kita untuk hidup dalam realitas abadi dari perjamuan malam terakhir, sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan. Trihari Suci bahkan merupakan masa persiapan yang terlebih intensif dalam menyambut Paskah dan menghantar Masa Prapaskah pada puncaknya.

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : �Straight Answers: The Triduum and 40 Days of Lent� by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright �2006 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.�